Benangmerah, Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia (PERIPI) Komisariat Daerah Jawa Barat menggelar Seminar Internasional Ubi Jalar & Temu Bisnis PERIPI Komda Jabar yang digelar di Bale Sawala UNPAD Jatinangor Sumedang, Senin/29 Juli 2024. Acara ini bertujuan untuk mengangkat potensi ubi jalar sebagai komoditas unggulan dan memperkuat jaringan bisnis di sektor pertanian.
Seminar menghadirkan pembicara-pembicara terkemuka dari dalam dan luar negeri yang membahas berbagai topik terkait regulasi, inovasi, teknologi, serta strategi pemasaran dalam industri ubi jalar. Salah satu narasumber adalah Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Kuningan Dr. Wahyu Hidayah, M.Si, kemudian Prof KAI Zhang, PH.D (southwest univ. College of agronomy and biotechnology Chongqing, Tiongkok), Prof. Dr. Sc. Agr. Agung Karuniawan, Ir., M.Sc. Agr. (Ketua Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia (PERIPI) Komisariat Daerah Jawa Barat, dan narasumber lainnya. Acara ini menjadi sarana untuk temu bisnis yang menghubungkan petani, pengusaha, dan pemangku kepentingan lainnya dalam ekosistem ubi jalar. Kesempatan untuk melakukan networking, menjalin kemitraan, dan mengeksplorasi peluang bisnis baru.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Kuningan Dr. Wahyu Hidayah, M.Si dalam paparannya mengatakan untuk pengembangan budidaya ubi jalar di Kabupaten Kuningan, berada di 7 kecamatan yang menjadi sentra produksi ubi jalar yaitu di Kecamatan Kramatmulya, Kecamatan Jalaksana, Kecamatan Cilimus, Kecamatan Mandirancan, Kecamatan Pancalang, Kecamatan Cigandamekar dan Kecamatan Cipicung. Sentra ini merupakan bagian besar diwilayah Provinsi Jawa Barat dengan luas tanam 4855 ha, Panen 5042 ha, Produksi 108.496 ton dan Produktivitas 215,96 kw/ha. Komoditas ubi jalar di Kabupaten Kuningan sampai saat ini merupakan komoditas unggulan daerah, dimana petani dalam budidaya ubi jalar sudah mandiri, setiap tahun terus tanam. Adapun jenis varietas lokal ubi jalar yang dikembangkan/dibudidayakan di Kabupaten Kuningan yang sudah disertifikasi dari Kementan yaitu Kuningan Putih dan Kuningan Merah. Sedangkan varietas lainnya yang sudah di daftarkan/registrasi ke Balitkabi diantaranya varietas acret, eski, mano, asban, bocil, gaul dan bolu.
Menurut Wahyu, dukungan diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan, yang telah mengeluarkan regulasi diantaranya dengan menetapkan ubi jalar sebagai komoditas unggulan pada Master Plan Agropolitan Kabupaten Kuningan dalam Perda Kabupaten Kuningan No. 11 Tahun 2005 dan di kuatkan lagi dengan Perda Pembangunan Pangan Daerah No. 5 Tahun 2022 serta visi, misi Kabupaten Kuningan ( Kuningan Mandiri, Agamis dan Pinunjul Berbasis Desa Tahun 2023), Peraturan Bupati Kuningan Nomor 30 Tahun 2017 tentang Penggunaan Pangan Pituin ( Pangan Lokal ) di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan dan Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2022 tentang Pembangunan Pangan. Bentuk nyata dukungan melalui kebijakan lainnya, pemberian bantuan berupa alat mesin pertanian kepada petani. Tidak hanya inovasi saja, akan tetapi dukungan kolaborasi semua pihak sangat dibutuhkan untuk perkembangan sektor pertanian ubi jalar yang berkelanjutan.
Lebih lanjut Wahyu menjelaskan , pemasaran ubi jalar Kabupaten Kuningan berkembang sangat baik dengan melakukan ekspor ke luar negeri seperti Jepang, Korea, untuk pasar regional ubi segar dipasarkan ke wilayah Cirebon, Bandung, Bekasi, Cikampek, Tangerang, dan Semarang. Beberapa tempat wisata di kota besar, ubi jalar dipasarkan berupa olahan di tempat oleh-oleh seperti Jakarta, Bali, Bandung dan mini market.
“Usaha ubi jalar terbilang sangat menjanjikan, analisis pun telah dilakukan kepada kelompok tani ubi jalar, dimana komoditas ini sangat menguntungkan. setiap musim tanam dengan kapasitas produksi kurang lebih 20 ton/hektar, rata-rata penerimaan/hektar petani sebesar Rp. 30–40 Juta, dengan harga jual rata-rata Rp. 1.500–2.000/Kg. Apabila dikurangi dengan biaya operasional sebesar Rp. 13 juta, maka petani memiliki peluang untuk meraih keuntungan sebesar Rp. 17–27 juta/ musim tanam/ hektar. Variabel biaya terbesar adalah pada biaya tenaga kerja yang biasanya mencapai 60 persen dari total biaya operasional” jelas Wahyu.
.(One)