Kadishub Kuningan bersama kuasa hukumnya saat koordinasi di rumah korban pengeroyokan |
Benangmerah, Salah satu petugas dishub Kuningan, Wawan dilaporkan mendapat aksi pengeroyokan oleh beberapa orang saat bertugas. Kejadian tersebut terjadi pada hari Senin tanggal 2 September 2024, yang baru di ketahui oleh Kepala Dinas Perhubungan pada hari Jumat 6 September 2024 melalui Ibu korban.
Setelah menerima kabar tersebut, kepala dinas Perhubungan Kab.Kuningan, didampingi pengacara LKBH KORPRI Kab.Kuningan, langsung berkoordinasi dengan ibu dari korban. Kepala Dishub Kab.Kuningan membuat surat pernyataan dan meminta di tanda tangani oleh korban, akan tetapi surat tersebut tidak di tanda tangan dan di bawa oleh adik korban dengan alasan sedang berkomunikasi dengan Pihak Pelaku.
Muncul kabar bahwa Perkara tersebut telah di selesaikan secara kekeluargaan dan diduga telah ada intervensi pihak lain. sedangkan menurut pengakuan dari korban dan ibu korban, perkara tersebut akan terus berjalan hingga menemukan keadilan, dan juga kepala Dinas Perhubungan Kab.Kuningan meminta agar proses hukum tetap terlaksana agar tindakan tersebut tidak terjadi lagi di kemudian hari.
Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Kuningan, Beni Prihayatno, S.Sos, M.Si menyatakan bahwa Indonesia merupakan Negara Hukum (Rechtsstaat) yang berarti bahwa hukum memiliki kekuatan mengikat yang harus dipatuhi oleh seluruh warga Negara Republik Indonesia dan pemerintahan. Hukum menjadi landasan bagi tindakan dan keputusan yang diambil oleh individu, kelompok, Lembaga, maupun pemerintah. Tidak ada kekuatan atau otoritas yang berada di atas hukum.
Berdasarkan Asas Equality before the law yaitu perlakuan yang sama bagi setiap orang di hadapan hukum. Hal ini juga sudah di atur secara tegas dalam Pasal 28D ayat (1) UUD RI tahun 1945 yang menyatakan “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum” dan berdasarkan pasal 5 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan “setiap orang diakui sebagai manusia yang berhak mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum, serta berhak mendapatkan perlindungan hukum yang adil dan efektif tanpa diskriminasi”.
Kadishub Kuningan, didampingi kuasa hukum bersama keluarga korban pengeroyokan |
Sementara itu, Kuasa Hukum Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) Kabupaten Kuningan dan Kuasa Hukum Dinas Perhubungan Kabupaten Kuningan, Bambang sangat menyayangkan dan memprihatinkan atas tindakan redakilesme dan premanisme yang menimpa anggota ASN di Kabupaten Kuningan, yang mana Kabupaten Kuningan merupakan Kabupaten Agamis sesuai dengan Visi nya, dan merupakan Kabupaten yang terkenal dengan keramahan serta kemakmuran masyarakatnya. Di dalam Lambang Daerah Kabupaten Kuningan juga mengandung makna umum yaitu semangat menegakan keadilan, melenyapkan kebhatilan, dan mewujudkan masyarakat yang adil dan Makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar tahun 1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menindaklanjuti perkara tersebut, Kuasa Hukum KORPRI dan Dinas Perhubungan Kabupaten Kuningan akan memberikan bantuan hukum advokasi kepada Korban serta keluarga korban dari pengeroyokan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.
Bahwa, Tindakan dari oknum-oknum yang telah melakukan pengeroyokan dan penganiayaan terhadap korban merupakan tindakan pidana berdasarkan pasal 170 KUHP jo Pasal 262 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2023 yang berbunyi:
“barang siapa dengan terang-terangan dan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak Rp500 juta” Apabila kekerasan yang dimaksud menyebabkan luka berat, maka di pidana penjara paling lama 9 tahun
Bahwa, Pengroyokan dan Penganiayan termasuk delik biasa dalam artian perkara dapat diproses tanpa adanya persetujuan/laporan dari yang dirugikan (korban). Dan jika laporannya di cabut, maka hal tersebut tidak menjadi alasan hukum untuk menghentikan proses perkara.
"Tindak pidana pengeroyokan dan penganiayaan tidak bisa di berhentikan dengan Restorative Justice (RJ). Karena berdasarkan Peraturan Kejaksaan Agung Nomor 15 tahun 2020, Penghentian Penuntutan berdasarkan Restorative Justice hanya untuk tindak pidana yang pertama kali dilakukan dengan kerugian di bawah Rp.2,5 juta, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun. Oleh karena tindak pidana pengeroyokan dan penganiayaan yang menyebabkan luka berat diancam dengan pidana penjara paling lama 9 (Sembilan) tahun, maka tidak bisa diberhentikan dengan Keadilan Restorative Justice (RJ)," tegas Bambang kepada awak media.
"Proses hukum pun bisa berlanjut karena Korban mempunyai bukti berdasarkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu berupa, korban, saksi, dan petunjuk berupa CCTV yang merekam kejadian tersebut," lajutnya
Kuasa Hukum KORPRI Kabupaten Kuningan dan Dinas Perhubungan Kabupaten Kuningan akan terus mengawal proses hukum ini mulai dari tingkat Kepolisian, Pelimpahan Perkara di Kejaksaan, Persidangan di Pengadilan, hingga ke tingkat Banding di Pengadilan Tinggi, dan Kasasi di Tingkat terakhir yaitu di Mahkamah Agung.
Kuasa Hukum KORPRI Kabupaten Kuningan dan Dinas Perhubungan Kabupaten Kuningan juga memohon kepada Kepolisian Daerah Jawa Barat, Pj Gubernur Jawa Barat, Pj Bupati Kabupaten Kuningan, Kepolisian Resor Kabupaten Kuningan dan Forkopimda Kabupaten Kuningan untuk Kejadian tersebut terjadi pada hari Senin tanggal 2 September 2024, yang baru di ketahui oleh Kepala Dinas Perhubungan pada hari Jumat 6 September 2024 melalui Ibu korban. memberantas aksi anarkis dan premanisme yang terjadi saat ini jangan sampai menimpa kepada orang lain dikemudian hari, karena hukum harus tetap di tegakan, tidak bisa tajam keatas tapi tumpul kebawah, serta hukum tidak bisa dibeli dengan materi.
.(YS)